JaksaPedia.Com | ArtaSariMediaGroup ~ Kasus megakorupsi ekspor crude palm oil (CPO) memasuki babak baru. Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa lima entitas korporasi dalam Wilmar Group telah menyerahkan dana pengganti kerugian negara senilai Rp11,88 triliun, hasil dari tindak pidana ekspor CPO periode 2021–2022.
Penyerahan uang ini dilakukan sebagai bagian dari upaya hukum lanjutan atas kasus yang masih bergulir di Mahkamah Agung. Direktur Penuntutan Jampidsus Kejaksaan Agung, Sutikno, dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Jakarta, Selasa (17/6), menegaskan bahwa dana yang dikembalikan telah resmi disita dan dimasukkan ke rekening penampungan Jampidsus.
“Lima terdakwa korporasi dalam Wilmar Group telah mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp11.880.351.802.619. Uang ini langsung disita dan akan digunakan sebagai barang bukti dalam memori kasasi,” ujar Sutikno.
Pengembalian uang dalam jumlah fantastis ini terjadi di tengah proses hukum yang penuh liku. Pada 19 Maret 2025, tiga raksasa industri sawit nasional — PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group — dibebaskan oleh majelis hakim dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam putusannya, hakim menyatakan bahwa meski ketiga korporasi terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan, namun perbuatan tersebut dinilai bukan merupakan tindak pidana alias niet strafbaar, atau ontslag van rechtsvervolging.
Putusan tersebut memicu perdebatan luas, termasuk dari kalangan akademisi hukum dan publik yang mempertanyakan arah penegakan hukum dalam kasus besar yang menyeret nama-nama besar dalam industri CPO nasional. Kejaksaan Agung menanggapi putusan tersebut dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Dalam berkas tuntutan yang diajukan sebelumnya, JPU menuntut masing-masing korporasi untuk membayar denda dan uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya mencapai puluhan triliun rupiah. Selain Wilmar Group, berikut detail dua korporasi lain yang ikut terlibat:
PT Permata Hijau Group dituntut membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp937,5 miliar. Bila tidak dibayar, harta David Virgo sebagai pengendali korporasi bisa disita dan dilelang. Jika tidak mencukupi, Virgo terancam pidana penjara selama 12 bulan secara subsidiair.
PT Musim Mas Group dituntut membayar denda Rp1 miliar serta uang pengganti Rp4,89 triliun. Ancaman pidana subsidiair juga dikenakan jika pengembalian tidak dilakukan melalui harta kekayaan.
Sementara itu, Wilmar Group menghadapi tuntutan uang pengganti terbesar: Rp11,88 triliun, serta ancaman hukuman 19 tahun penjara bagi Direktur Wilmar, Tenang Parulian, apabila perusahaan gagal mengembalikan dana kerugian negara tersebut.
Kasus ini menyedot perhatian publik karena melibatkan industri kelapa sawit, sektor yang menjadi andalan ekspor nasional. Periode korupsi yang terjadi antara Januari 2021 hingga Maret 2022 berlangsung di saat pemerintah menerapkan kebijakan ekspor terbatas untuk melindungi pasokan dalam negeri. Dugaan penyalahgunaan fasilitas ekspor oleh perusahaan-perusahaan besar dinilai memperparah kelangkaan minyak goreng yang saat itu melanda pasar domestik.
Pengembalian dana oleh Wilmar Group dinilai sebagian kalangan sebagai bentuk tanggung jawab moral, meski secara hukum belum ada vonis bersifat inkracht terhadap korporasi. “Ini adalah langkah maju, tetapi belum menutup persoalan. Masih banyak yang harus dikaji oleh Mahkamah Agung untuk memastikan keadilan ditegakkan,” ujar seorang analis hukum yang enggan disebutkan namanya.
Kini, bola panas berada di tangan Mahkamah Agung. Memori kasasi telah diajukan oleh Kejaksaan, lengkap dengan lampiran barang bukti termasuk dana triliunan rupiah yang telah dikembalikan. Keputusan Mahkamah Agung nantinya akan menjadi penentu apakah kasus ini akan menciptakan preseden baru dalam penegakan hukum korporasi di Indonesia. | JaksaPedia.Com | InfoSawit | *** |